بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
وَ يَجِبُ فِيْ حَقِّ الرُّسُلِ عَلَيْهِمُ الصَّلَاةُ وَ السَّلَامُ الصِّدْقُ.
وَ ضِدُّهُ الْكِذْبُ.
وَ الدَّلِيْلُ عَلَى ذلِكَ أَنَّهُمْ لَوْ كَذَبُوْا لَكَانَ خَبَرُ اللهِ سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى كَاذِبًا وَ هُوَ مُحَالٌ.
Dan wajib bagi ḥaqqnya para rasūl ‘Alaihim-ush-Shalātu was-Salām sifat ash-Shiddīq (Benar atau Jujur).
Kebalikannya adalah sifat al-Kidzbu (Berbohong).
Dalil bahwa para rasul memiliki sifat ash-Shidqu adalah seandainya para rasul berbohong niscaya berita/khabar dari Allah s.w.t. adalah suatu hal yang tidak benar/bohong. Dan hal itu tidak dapat diterima oleh akal (mustaḥīl).
وَ يَجِبُ فِيْ حَقِّهِمْ عَلَيْهِمُ الصَّلَاةُ وَ السَّلَامُ الْأَمَانَةُ.
وَ ضِدُّهَا الْخِيَانَةُ.
وَ الدَّلِيْلُ عَلَى ذلِكَ أَنَّهُمْ لَوْ خَانُوْا بِفِعْلٍ مُحَرَّمٍ أَوْ مَكْرُوْهٍ لَكُنَّا مَأْمُوْرِيْنَ بِمِثْلِ ذلِكَ وَ لَا يَصِحُّ أَنْ نُؤْمَرَ بِمُحَرَّمٍ أَوْ مَكْرُوْهٍ.
Dan wajib bagi ḥaqqnya para rasūl ‘Alaihim-ush-Shalātu was-Salām sifat al-Amānah (dapat dipercaya/terpercaya).
Kebalikannya adalah sifat al-Khiayānat (Berkhianat/tidak dapat dipercaya).
Dalil bahwa para rasul memiliki sifat al-Amānah adalah seandainya pula rasul berkhianat dengan berbuat hal yang diharamkan atau yang dimakruhkan niscaya kita semua diperintahkan dengan hal yang serupa. Dan tidak benar jika kita diperintah untuk melakukan hal yang diharamkan atau yang dimakruhkan.
وَ يَجِبُ فِيْ حَقِّهِمْ عَلَيْهِمُ الصَّلَاةُ وَ السَّلَامُ تَبْلِيْغُ مَا أُمِرُوْا بِتَبْلِيْغِهِ لِلْخَلْقِ.
وَ ضِدُّهُ كِتْمَانُ ذلِكَ.
الدَّلِيْلُ عَلَى ذلِكَ أَنَّهُمْ لَوْ كَتَمُوْا شَيْئًا مِمَّا أُمِرُوْا بِتَبْلِيْغِهِ لَكُنَّا مَأْمُوْرِيْنَ بِكِتْمَانِ الْعِلْمِ وَ لَا يَصِحُّ أَنْ نُؤْمَرَ بِهِ، لِأَنَّ كَاتِمَ الْعِلْمِ مَلْعُوْنٌ.
Dan wajib bagi ḥaqqnya para rasūl ‘Alaihim-ush-Shalātu was-Salām sifat Tablīghu Mā Umirū bi Tablīghihi (Menyampaikan hal yang diperintahkan untuk disampaikan).
Kebalikannya adalah sifat Kitmān (Menyembunyikan hal yang diperintahkan untuk disampaikan)
Dalil bahwa para rasul memiliki sifat Tablīghu Mā Umiru bi Tablīghihi adalah seandainya para rasul menyembunyikan suatu hal yang diperintahkan untuk disampaikan, niscaya kita diperintahkan untuk menyembunyikan ilmu. Dan tidak benar jika kita diperintah untuk itu. Karena sesungguhnya orang yang menyembunyikan ilmu itu dilaknat.
وَ يَجِبُ فِيْ حَقِّهِمُ الصَّلَاةُ وَ السَّلَامُ الْفَطَانَةُ.
وَ ضِدُّهَا الْبَلَادَةُ.
وَ الدَّلِيْلُ عَلَى ذلِكَ أَنَّهُ لَوِ انْتَفَتْ عَنْهُمُ الْفَطَانَةُ لَمَّا قَدَرُوْا أَنْ يُقِيْمُوْا حُجَّةً عَلَى الْخَصْمِ وَ هُوَ مُحَالٌ َلِأَنَّ الْقُرْآنَ دَلَّ فِيْ مَوَاضِعَ كَثِيْرَةٍ عَلَى إِقَامَتِهِمُ الْحُجَّةَ عَلَى الْخَصْمِ.
Dan wajib bagi ḥaqqnya para rasūl ‘Alaihim-ush-Shalātu was-Salām sifat al-Fathanah (Cerdas/Pandai).
Dalil bahwa para rasul memiliki kecerdasan niscaya mereka tidak akan mampu untuk berhujjah mengalahkan para lawan/musuhnya. Dan hal itu tidak dapat diterima akal. Karena al-Qur’ān telah menunjukkan dalam banyak tempat atas kemampuan para rasul berhujjah mengalahkan para lawan/musuhnya.
وَ الْجَائِزُ فِيْ حَقِّهِمْ عَلَيْهِمُ الصَّلَاةُ وَ السَّلَامُ الْأَعْرَاضُ الْبَشَرِيَّةُ الَّتِيْ لَا تُؤَدِّيْ إِلَى نَقْصٍ فِيْ مَرَاتِبِهِمُ الْعَلِيَّةِ كَالْمَرَضِ وَ نَحْوِهِ.
وَ الدَّلِيْلُ عَلَى ذلِكَ مُشَاهَدَتُهَا بِهِمْ عَلَيْهِمُ الصَّلَاةُ وَ السَّلَامُ.
Boleh bagi ḥaqqnya para rasūl ‘Alaihim-ush-Shalātu was-Salām sifat al-A‘rādh-ul-Basyariyyah (sifat Manusiawi) yang tidak sampai mendatangkan pada rendahnya martabat mereka yang luhur, seperti sakit dan semisalnya.
Dalil bahwa para rasul memiliki sifat Manusiawi (al-A‘rādh-ul-Basyariyyah) adalah kenyataan yang dapat disaksikan pada diri para rasul ‘Alaihim-ush-Shalātu was-Salām.